Rabu, 01 Oktober 2014

Hindun binti Utbah RA

Hindun binti Utbah merupakan putri tokoh Quraisy yang sangat keras permusuhan kepada Islam, yakni Utbah bin Rabiah. Begitu juga dengan suaminya, Abu Sufyan bin Harb, yang menjadi tokoh utama atau bisa disebut sebagai "raja" Makkah setelah kematian bapaknya di Perang Badar. Hindun juga merupakan "arsitek" yang merencanakan pembunuhan Hamzah bin Abdul Muthalib, Pahlawan Islam, Singa Allah dan paman Nabi SAW di Perang Uhud melalui tangan Wahsyi, seorang budak Habsyi. Hal itu dilakukannya untuk menuntut balas karena ayah dan saudara-saudaranya yang tewas di Perang Badar, tak lepas dari peran Hamzah.
Allah SWT memang memberikan hidayah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, tanpa ada yang bisa memaksa dan mengatur keinginan-Nya. Kalau kepada Abu Thalib yang membela dan melindungi Nabi SAW dalam menjalankan dakwah di Makkah, Dia menghendakinya untuk mati dalam kekafiran, maka terhadap tiga orang ini sebaliknya.
Suami istri Abu Sufyan dan Hindun, berikut budak yang disuruhnya, Wahsyi, menorehkan luka yang teramat dalam  terhadap Nabi SAW dan kaum muslimin lainnya dalam perang Uhud. Bukan masalah kalah-menangnya peperangan, tetapi perlakuan Hindun khususnya terhadap jenazah Hamzah bin Abdul Muthalib, yang sangat tidak manusiawi. Bahkan sebagian riwayat menyebutkan, karena begitu sedih dan berdukanya, Nabi SAW berdiri di hadapan jenazah Hamzah sambil bersabda, "…sungguh, akan aku perbuat terhadap tujuh puluh (dalam riwayat lain, tiga puluh) orang lelaki dari mereka, sebagaimana yang diperbuat terhadap dirimu…!!"
Tetapi seketika itu Jibril AS turun membawa wahyu Allah, Surat an Nahl ayat  125-128 sebagai teguran atas sikap Nabi SAW tersebut, dan beliau pun membatalkan rencana seperti itu. Dan terbuktilah kemudian Allah berkenan memberikan hidayah-Nya kepada tiga orang tersebut ketika terjadinya Fathul Makkah.
Malam hari pada hari terjadinya Fathul Makkah, Hindun berkata kepada suaminya, Abu Sufyan bin Harb, "Sesungguhnya aku mau berba'iat kepada Rasulullah SAW."
"Aku melihat kamu ini masih kufur!" Kata suaminya, yang telah memeluk Islam beberapa waktu sebelum Nabi SAW tiba di Makkah, yakni dalam perjalanan dari Madinah ke Makkah.
Hindun berkata, "Demi Allah! Demi Allah! Tidak pernah aku melihat sebelum ini, Allah disembah dengan sebenar-benarnya, sebagaimana telah dilakukan oleh Muhammad dan sahabat-sahabatnya di masjid ini (Masjidil Haram) pada malam  hari ini. Tidaklah mereka menghabiskan malam, kecuali dengan ruku, sujud dan thawaf hingga subuh."
Abu Sufyan bertanya, "Apakah kamu melihat semua ini dari Allah?"
"Ya, ini memang dari Allah!!" Kata Hindun dengan tegas.
Keesokan harinya Hindun datang kepada Rasulullah SAW dengan saudaranya, Fathimah binti Utbah untuk memeluk Islam. Mereka diantar oleh saudaranya yang telah memeluk Islam sejak masa-masa awal, yakni Abu Hudzaifah bin Utbah. Riwayat lain menyebutkan bahwa Hindun datang bersama beberapa orang wanita Quraisy lainnya dengan diantar Utsman bin Affan, yang memang masih kerabat dekatnya.
Hindun datang menghadap dengan memakai cadar. Ia tidak ingin langsung dikenali, bagaimanapun ada perasaan malu dan bersalah kepada Nabi SAW karena tindakannya yang keterlaluan terhadap jenazah Hamzah pada waktu Perang Uhud, tindakan yang didorong oleh perasaan dendam jahiliah semata. Setelah tiba di hadapan Nabi SAW, ia berkata, "Wahai Rasulullah, segala puji bagi Allah yang telah memenangkan agama yang telah dipilih-Nya sendiri. Semoga aku memperoleh manfaat dari kasih sayangmu, sesungguhnya aku adalah wanita yang telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya…"
Sesaat ia berhenti bicara untuk membuka cadar yang menutupi wajahnya, kemudian berkata lagi, "Wahai Rasulullah, saya adalah Hindun binti Utbah…!!"
Tentu saja Nabi SAW tidak mungkin tidak mengenal Hindun, dan tidak mungkin pula beliau lupa akan apa  yang terjadi pada jenazah Hamzah di Perang Uhud. Tetapi beliau bukanlah sosok pendendam, sosok yang mudah memvonis seseorang dengan neraka atau dosa yang tidak terampunkan. Sebaliknya, beliau adalah pribadi yang pemaaf, penuh kasih sayang, bahkan terhadap orang-orang yang pernah menyiksa dan memperolok-olokkan beliau seperti yang terjadi pada peristiwa Thaif. Memang sangat tepat kalau beliau diutus sebagai rahmatan lil 'alamin, sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Melihat "strategi" yang dijalankan Hindun tersebut, Nabi SAW hanya tersenyum kemudian bersabda, "Selamat datang untukmu…!!"
Hindun amat gembira dengan sambutan Nabi SAW, seolah-olah tidak pernah suatu peristiwa yang mengganjal di antara mereka di masa lalu. Akhirnya ia berkata, "Sungguh, dahulu tidak ada penghuni rumah di muka bumi yang ingin kuhinakan selain penghuni rumahmu, tetapi sekarang ini tidak ada penghuni rumah di muka bumi yang lebih aku sukai untuk dimuliakan selain penghuni rumahmu…!!"
Nabi SAW amat senang dengan sanjungan yang diberikan Hindun, kemudian beliau memba'iatnya, berikut wanita-wanita Quraisy yang menyertainya, dengan tuntunan yang ada pada Surat al Mumtahanah ayat 12. Hindun sempat menyela pembicaraan beliau, "Wahai Rasullullah, apakah kami tidak perlu berjabat tangan denganmu (dalam ba'iat ini, sebagaimana kalau beliau memba'iat kaum lelaki...)?"
Beliau bersabda, "Sesungguhnya aku tidak berjabat tangan dengan wanita, sesungguhnya perkataanku kepada seratus wanita sama seperti perkataanku kepada seorang wanita (dalam memba'iat ini)…."
Kemudian beliau meneruskan proses ba'iat bagi Hindun dan wanita-wanita Quraisy tersebut.

1 komentar:

  1. Karena Allah semata yg bisa membolak balik hati manusia setan hindun,pemakan jantung hamzah, menjadi beradab dan masuk islam. Amin.

    BalasHapus