Rabu, 01 Oktober 2014

Nu'aim bin Mas'ud al Asyja'y RA

Nu'aim bin Mas'ud bin Amir al Asyja'y, adalah salah seorang pemuka dari Ghathafan, salah satu suku besar yang ikut bersekutu dengan kaum Quraisy untuk menyerang kaum muslimin di Madinah, yakni dalam perang Ahzab atau Khandaq. Nu'aim adalah orang yang mempunyai keahlian dalam hal diplomasi dan negosiasi. Sebagian riwayat menyebutkan, ia bergabung dengan sekelompok kaum Yahudi Bani Nadhir, dan berhasil mempengaruhi (memprovokasi) kaum Quraisy dan kaum Ghathafan untuk bersekutu menyerang Madinah, termasuk mempengaruhi kaum Yahudi Bani Quraizhah (yang tinggal di Madinah) yang sebenarnya terikat perjanjian damai dengan kaum Muslimin dalam Piagam Madinah. Mereka ini diminta untuk menyerang kaum muslimin dari dalam, yang diam-diam akan didukung oleh kaum munafik.
Sebenarnyalah posisi kaum muslimin dalam perang Khandaq tersebut cukup kritis. Sepuluh ribu prajurit gabungan kaum musyrikin tersebut jauh lebih banyak daripada seluruh penduduk Madinah, termasuk wanita dan anak-anak. Belum lagi aroma pengkhianatan yang akan dilakukan oleh kaum Yahudi Bani Quraizhah dan kaum munafik sangat terasa. Untunglah strategi pertahanan dengan parit yang disarankan oleh Salman al Farisi berhasil menghambat gerak pasukan sekutu tersebut.
Untuk mengatasi situasi kritis ini, Nabi SAW sempat merancang strategi untuk mengadakan perjanjian dengan dua pemimpin Ghatafan, yakni Uyainah bin Hisn dari Bani Fazarah dan Harits bin Auf dari Bani Murrah. Beliau akan  menyerahkan sepertiga hasil panen korma Madinah, asalkan mereka menarik diri (mundur) dari persekutuan dengan kaum Quraisy. Tetapi ketika rencana ini disampaikan kepada dua pemimpin Anshar, Sa'd bin Mu'adz dan Sa'd bin Ubadah, mereka berkata, "Wahai Rasulullah, jika Allah memang memerintahkan engkau untuk mengambil keputusan seperti itu, kami akan tunduk dan patuh…"
"Ini adalah pendapatku sendiri..." Kata Nabi SAW, "Sebab aku melihat semua orang Arab sedang menyerang kalian dari segala penjuru…!!"
"Kalau memang begitu, kami tidak membutuhkannya, Ya Rasulullah..!!" Kata mereka berdua.
Bukan maksud mereka menolak atau membangkang pendapat Nabi SAW, hanya saja mereka memilih untuk berjuang demi Islam, demi Allah dan demi Rasul-Nya, daripada sekedar memikirkan keselamatan mereka sendiri. Kemudian mereka berkata lagi, "Dahulu mereka tidak berhasrat memakan sebuah korma dari kami kecuali lewat jalan jual beli atau sedang dijamu. Setelah Allah memuliakan kami dengan Islam dan memberi petunjuk Islam lewat engkau, mengapa kami harus memberikan harta kami? Demi Allah, kami tidak akan memberikan kepada mereka kecuali pedang-pedang kami …(dalam peperangan)…!!"
Nabi SAW menghargai pendapat tersebut, dan mendoakan kebaikan bagi mereka.
Ketika beliau sedang memikirkan jalan dan strategi lainnya, Nu'aim bin Mas'ud datang menghadap beliau. Ia berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah (memutuskan) untuk memeluk Islam, dan tidak ada seorangpun dari kaumku yang mengetahui tentang keislamanku ini. Karena itu, perintahkanlah kepadaku apa yang engkau kehendaki!!"
Nabi SAW amat gembira mendengar pengakuan Nu'aim ini. Seolah-olah Allah mengirimkan Nu'aim sebagai jalan keluar bagi suasana kritis dan sulit yang dialami oleh kaum muslimin. Setelah memba'iatnya, beliau bersabda, "Engkau adalah orang satu-satunya, berilah pertolongan kepada kami menurut kesanggupanmu, karena sesungguhnya perang itu adalah tipu muslihat!!"
Nu'aim mengerti apa yang dimaksudkan Nabi SAW. Ia pamit kepada beliau dan pergi kepada kaum Yahudi Bani Quraizhah yang tinggal di Madinah. Mereka adalah kawan karibnya semasa jahiliah. Setelah bertemu mereka,  ia berkata, "Kalian tahu cintaku kepada kalian, khususnya antara diriku dengan kalian!!"
"Engkau benar!!" Kata mereka.
Nu'aim mulai melancarkan strateginya memecah-belah musuh dengan memanfaatkan kemampuannya dalam diplomasi dan negosiasi, ia berkata, "Orang-orang Quraisy tidak bisa disamakan dengan kalian. Negeri ini milik kalian, di sini ada harta benda, istri dan anak-anak kalian. Tidak mudah bagi kalian meninggalkan negeri ini untuk pindah ke tempat lain. Sementara  Quraisy dan Ghathafan datang memerangi Muhammad, dan kalian menampakkan dukungan kepada mereka, padahal negeri, harta benda, istri dan anak-anak mereka berada di tempat lain. Jika mereka kalah, dengan mudah pulang ke negeri mereka sendiri, sedangkan kalian akan menghadapi Muhammad, yang akan melampiaskan dendam kepada kalian…."
Tampaknya kaum Yahudi tersebut terpengaruh oleh penjelasan yang disampaikannya, yang memang sangat logis. Karena itu mereka berkata, "Lalu, bagaimana baiknya wahai Nu'aim?"
"Kalian jangan terjun ke pertempuran dan berperang bersama mereka sebelum mereka memberikan jaminan, yakni mintalah salah seorang pemimpin mereka untuk tinggal bersama kalian….!!" Kata Nu'aim.
"Engkau memberikan pendapat yang sangat tepat!!"
Mereka berterima-kasih atas saran yang diberikan Nu'aim, setelah itu ia berpamitan dan diam-diam menuju tempat berkumpulnya pasukan Quraisy. Setelah bertemu Abu Sufyan dan tokoh-tokoh Quraisy lainnya, ia menyebut  dan menceritakan tentang hubungan harmonis mereka yang telah terjalin selama ini, kemudian ia berkata, "Kalian semua tahu bagaimana kadar kecintaanku kepada kalian dan nasehat-nasehat yang pernah kusampaikan selama ini. Dan aku mempunyai informasi sangat penting untuk kalian, tetapi kalian harus merahasiakannya bahwa itu berasal dari aku!!"
"Baiklah, kami akan melakukannya..!!"
"Sesungguhnya kaum Yahudi (Bani Quraizhah) merasa menyesal telah melanggar perjanjiannya dengan Muhammad. Ia telah mengirim utusan kepada Muhammad untuk memperbaharui kesepakatan dan berjanji akan mengirimkan seorang tokoh Quraisy sebagai tebusannya. Karena itu, jika mereka meminta jaminan salah seorang pemimpin kalian, janganlah kalian memberikannya…!!"
Kaum Quraisy amat berterima kasih dengan informasi tersebut, kemudian Nu'aim "pulang" ke kaumnya sendiri, Ghathafan. Ia berkata kepada mereka, "Wahai orang Ghathafan, kalian semua adalah keluargaku, dan orang-orang yang paling kucintai. Kulihat kalian selalu mempercayaiku!!"
Mereka membenarkannya. Kemudian Nu'aim berkata kepada mereka seperti perkataannya kepada kaum Quraisy, dan mereka dengan senang hati akan melaksanakan nasehatnya tersebut.
Beberapa hari berlalu, di suatu hari jum'at, di bulan Syawal tahun 5 hijriah, para pemimpin Quraisy dan Ghathafan mengirim Ikrimah bin Abu Jahal sebagai utusan kepada Bani Quraizhah. Pesannya adalah mereka akan menyerang keesokan harinya, dan diminta Bani Quraizhah untuk menyerang dari arah belakang kaum muslimin, yakni dari dalam kota Madinah sendiri. Dengan begitu mereka dengan mudah bisa menghancurkan kaum muslimin.
Setelah utusan Quraisy pulang, kaum Yahudi Bani Quraizhah ganti mengirim utusan kepada mereka. Pesan yang disampaikannya adalah sbb, "Besok adalah hari sabtu, dan kami tidak boleh mengerjakan apa-apa pada hari itu. Lagipula, kami tidak akan memerangi Muhammad bersama kalian, kecuali kalian mengirimkan beberapa pemimpin kalian bersama kami, karena kami khawatir jika pertempuran telah berkobar, kalian pulang ke negeri kalian begitu saja dan membiarkan kami sendirian menghadapi Muhammad…!!"
Setelah utusan tersebut pulang, orang-orang Quraisy dan Ghathafan berkata, "Demi Allah, sungguh benar apa yang dikatakan oleh Nu'aim bin Mas'ud…!!"
Setelah itu mereka mengirimkan utusan lagi ke Bani Quraizhah, dengan menyampaikan pesan, "Demi Allah, kami tidak akan menyerahkan seorang pun dari pemuka-pemuka kami. Kalau kami ingin berperang, kami akan berperang sendiri. Kalau kalian ingin berperang, berangkatlah dan berperanglah sendiri…!!"
Setelah utusan tersebut menyampaikan pesan ini kepada Bani Quraizhah, mereka berkata, "Demi Allah, sungguh benar apa yang dikatakan oleh Nu'aim bin Mas'ud, mereka hanya ingin mengambil kesempatan untuk kepentingannya sendiri, tidak memperdulikan kita sama sekali…!!"
Begitulah, kekacauan terjadi di antara pasukan sekutu yang mengepung Madinah. Quraisy dan Ghathafan tidak lagi bersemangat seperti sebelumnya dalam menyerang kaum muslimin. Di samping halangan parit yang cukup merepotkan, mereka juga khawatir kalau kaum Yahudi Bani Quraizhah ternyata benar bergabung dengan pasukan muslimin, sehingga hampir tidak mungkin mereka mengalahkannya.
Tidak lama kemudian, Allah SWT melengkapi kekacauan itu dengan mengirimkan angin topan yang memporak-porandakan perkemahan mereka, sehingga mereka bergegas meninggalkan pinggiran kota Madinah.
Itulah rangkaian pertolongan Allah yang memenangkan pasukan muslimin di Perang Khandaq, yang diawali dengan keislaman Nu'aim bin Mas'ud. Setelah keislamannya, ia ditugaskan Nabi SAW untuk berdakwah kepada kaum kerabatnya, Bani Asyja'y, dan  mengajak mereka untuk berjihad di jalan Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar